KEWENANGAN PERADILAN TIDAK DAPAT DI PROSES PIDANA DAN DI GUGAT SECARA PERDATA
Pihak Dalam Perkara Perdata Yang Tidak Puas Dengan Putusan Hakim Dan Tidak Puas Atas Penanganan Eksekusi Oleh Panitera Dan Jurusita Pengadilan, Biasanya Secara Sepihak Melaporkan Hakim, Panitera Dan Jurusita Kepada Pihak kepolisian Untuk Di Proses Hukum Secara Pidana Dan Di Gugat Secara Perdata.
Sebagaimana Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Penanganan Pengaduan Masyarakat Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Merujuk Pada Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Tersebut, Jika Ada Masyarakat Yang Memberikan Pengaduan (Dumas) Maka Pihak Kepolisian Wajib Menindaklanjutinya.
Pertanyaannya :
- Apakah Hakim Atau Panitera Dan Jurusita Yang Sedang Menjalankan Tugas Yustisialnya Dapat Di Periksa Sebagai Saksi Maupun Di Periksa Sebagai Tersangka?
- Apakah Hakim, Panitera Dan Jurusita Dapat Di Gugat Secara Perdata Atas Pelaksanaan Tugas Yustisialnya?
Jawabannya :
- Hakim, Panitera Dan Jurusita Yang Sedang Menjalankan Tugas Yustisialnya Tidak Dapat Dipanggil Oleh Pihak Kepolisian Untuk Di Periksa Sebagai Saksi Ataupun Sebagai Tersangka. Hal Tersebut Di Pertegas Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2002 Tentang Pejabat Pengadilan Yang Melaksanakan Tugas Yustisial Tidak Dapat Di Periksa Sebagai Saksi Atau Tersangka Kecuali Yang di Tentukan Oleh Undang-Undang.
- Sesuai Dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 1976 Tentang Gugatan Terhadap Pengadilan Dan Hakim. Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Tersebut Diatas Maka Pengadilan Tinggi Dan Pengadilan Negeri Di Minta Agar Dalam Putusan Hakim Pengadilan Tinggi Dan Putusan Hakim Pengadilan Negeri Untuk Menolak Permohonan Atau Gugatan Perdata Terhadap Pengadilan Dan Hakim.
- Sebagaimana Di Pertegas Juga Dalam Pasal 24 Ayat (1) Dan Ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Ayat (1) Menegaskan Bahwa “Kekuasaan Kehakiman adalah merupakan kekuasaan yang merdeka, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan” Dan Ayat (2) Menegaskan Bahwa “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya, dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
- Kesimpulannya :
Asas Res Judicata Pro Veritate Habetur yang bermakna : Putusan Hakm harus dianggap benar, jika ada putusan Hakim yang dianggap salah atau tidak tepat, maka langkah hukum yang dapat di tempuh adalah dengan mengajukan upaya hukum, upaya hukum disini dapat di tempuh dengan pengajuan upaya hukum banding, kasasi dan peninjauan kembali.
Sebagaimana Di Pertegas Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2002 Tentang Pejabat Pengadilan Yang Melaksanakan Tugas Yustisial Tidak Dapat Di Periksa Sebagai Saksi Atau Tersangka Kecuali Yang di Tentukan Oleh Undang-Undang. Dalam SEMA tersebut meminta kepada pejabat pengadilan untuk tidak perlu memenuhi panggilan kepolisian tersebut apabila menyangkut suatu perkara yang sudah diputus maupun yang masih dalam proses pemeriksaan pengadilan.
Kalaupun boleh, pejabat pengadilan dapat memenuhi panggilan/undangan tersebut hanya apabila diminta untuk membahas rancangan peraturan perundang-undangan atau memberikan pertimbangan hukum sebagai sumbangan pemikiran.
Semoga Bermanfaat.
*(Hakim Yustisial Pengadilan Tinggi Ambon).